Samakah Pajak dengan
Zakat?
Dalam istilah bahasa Arab, pajak dikenal
dengan nama Al-Usyr (Lihat Lisanul Arab 9/217-218, Al-Mu’jam Al-Wasith
hal. 602, Cet. Al-Maktabah Al-Islamiyyah dan Mukhtar Ash-Shihah hal. 182) atau
Al-Maks, atau bisa juga disebut Adh-Dharibah, yang artinya adalah “Pungutan
yang ditarik dari rakyat oleh para penarik pajak” (Lihat Lisanul Arab
9/217-218 dan 13/160 Cet Dar Ihya At-Turats Al-Arabi, Shahih Muslim dengan
syarahnya oleh Imam Nawawi 11/202, dan Nailul Authar 4/559 Cet Darul Kitab
Al-Arabi)
atau suatu ketika bisa disebut Al-Kharaj,
akan tetapi Al-Kharaj biasa digunakan untuk pungutan-pungutan yang berkaitan
dengan tanah secara khusus (Lihat Al-Mughni 4/186-203).
Perdebatan antara yang pro dan kontra terhadap sistem pajak sebenarnya bukanlahhal yang baru, karena telah banyak tulisan baik
berupa buku, naskah hasil penelitian, proceeding seminar dan diskusi, dan
lain-lain dari berbagai ulama dan para pemikir Islam. Tulisan tersebut
banyak memuat kutipan hadis hingga pendapat para ulama dari berbagai masa
atau zaman dari yang paling ekstrim menentang hingga yang menghalalkanpemungutan pajak dengan kondisi dan syarat tertentu. Hanya saja memang,
seperti diakui oleh DR. Umer Chapra, pendapat ulama atau pemikir Islam yang menentang
dipungutnya pajak lebih banyak dibandingkan yang sebaliknya. Oleh beliau
pemikiran-pemikiran seperti ini dianggap sebagai pemikiran yang aneh untuk diterapkan
pada zaman atau situasi seperti saat ini (Umer Chapra, 2000, Islam dan Tantangan Ekonomi, penerjemah Ikhwan Abidin B,
Tazkia Institute, hal. 294. Ragam istilah yang berbeda
digunakan oleh beberapa ulama untuk pajak, diantaranya dhara’ib, wazha’if,
kharaj, nawa’ib dan kilaf as-sulthaniyyah).
Dasar diharamkannya pajak oleh sebagian ulama
didasarkan pemikiran bahwa pajak berbeda dari zakat. Zakat pada intinya adalah kewajiban yang melekat pada dirinya sebagai
seorang muslim sebagaimana rukun Islam lainnya yang diwajibkan oleh Allah SWT, sedangkan konsep pajak dalam Islam menyatakan bahwa
pajak hanya dapat dikenakan pada kelebihan harta bukan pada penghasilan. Negara
tidak dapat mengenakan pajak langsung seperti pajak penjualan pada barang dan
jasa juga pajak dalam bentuk biaya peradilan, biaya petisi , penjualan atau
pendaftaran tanah, bangunan, atau jenis pajak lain selain yang shari’ah.