Mewujudkan Iklim Good Governance Sektor Publik Sebagai Langkah Strategis Menuju ASEAN Economic Community 2015

ASEAN Economic Community (AEC) tahun 2015 merupakan suatu program bagi negara- negara ASEAN untuk lebih meningkatkan kualitas ekonomi khususnya perdagangan agar menjadi sebuah akses yang lebih mudah seperti menerapkan penghapusan bea masuk (Free Trade Area) untuk mewujudkan sebuah single market. Tentunya ini membuat banyak peluang khususnya bagi Indonesia untuk lebih meningkatkan kualitas produk- produknya maupun tenaga kerjanya yang profesional dalam memasuki tantangan ruang lingkup ASEAN Economic Community. AEC – ASEAN Economic Community akan diarahkan kepada pembentukan sebuah integrasi ekonomi kawasan. Pembentukan biaya transaksi perdagangan, memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis, serta meningkatkan daya saing sektor UKM. Disamping itu, pembentukan AEC juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra - ASEAN serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam mempercepat penyesuaian peraturan- peraturan dan standardisasi domestik.

Perjalanan mewujudkan Komunitas ASEAN 2015 (ASEAN Economic Community 2015) maju selangkah lagi dengan dibentuknya BPK ASEAN (The Association of Southeast Asian Nations Organization of Supreme Audit Institutions/ASEAN SAI). BPK ASEAN adalah sebuah asosiasi lembaga pemeriksa keuangan yang dirancang menjadi sebuah forum untuk meningkatkan kapasitas dan kerja sama teknis antara BPK negara-negara anggota ASEAN. Forum ini dimaksudkan pula untuk mendukung ASEAN dalam mewujudkan good governance, sebuah situasi di mana hubungan antarlembaga tinggi negara dan pemerintah (state), kelompok bisnis (commercial), dan masyarakat (society) tertata dengan baik. BPK atau Supreme Audit Institution (SAI) adalah lembaga yang mengemban misi mendorong terciptanya transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Misi ini diemban oleh BPK di seluruh dunia, termasuk BPK RI. Transparansi dan akuntabilitas mendapat penekanan, sebab keduanya merupakan pilar bagi tegaknya good governance, sebuah konsep yang pertama-kali diperkenalkan oleh Bank Dunia pada sekitar dasawarsa ‘90-an untuk mengatasi masalah kemiskinan di Afrika kala itu. Bukti-bukti kuat menunjukkan bahwa kemiskinan yang melanda A­frika merupakan akibat tiadanya good governance. BPK RI sendiri mengemban misi yang sangat penting dan strategis, yakni memastiian terciptanya transparansi dan akuntabilitas keuangan negara, dua misi yang dipercaya menjadi tonggak penting untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. Maka, setiap kita berbicara soal BPK RI, saat itu pula kita berbicara soal tujuan negara (raison d’etre) berdirinya negara RI.



Transparansi dan Akuntabilitas Sebagai Elemen Good Governance Pelayanan Publik.
Pelayanan publik saat ini menjadi sesuatu yang penting di tengah menguatnya isu akan pentingnya demokratisasi, pengakuan akan HAM, desentralisasi, globalisasi dan perdagangan bebas, serta isu good governance dan clean government. Apalagi seiring dengan perubahan paradigma, arah pelayanan publik bergerak dari Old Public Administration menuju New Public Administration. Bahkan sekarang ini pelayanan publik cenderung membentuk diri menjadi New Public Service, yang lebih menekankan pada Citizens (warga negara) daripada Customers (pelanggan) atau Clients (klien) sebagai pihak yang dilayani. Oleh karena itu, perbaikan pelayanan publik dinilai penting oleh semua stakeholders, yaitu pemerintah, warga pengguna dan pelaku pasar.



Transparansi menjadi begitu penting dan te­rus didesakkan berbagai kalangan dalam pengelolaan negara. Belum lama ini, sebuah kelompok mendorong pemerintah untuk menerapkan transparansi pelaporan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Transparansi penting untuk memastikan bahwa kekayaan alam telah dikelola oleh negara/pemerintah dan pihak manapun yang bekerja sama secara baik dan bertanggung jawab agar dapat memberikan kontribusi positif bagi penciptaan kemakmuran dan ke­sejahteraan rakyat Indonesia.
Selain transparansi, pilar utama good go­vernance adalah akuntabilitas. Akuntabilitas adalah kapasitas pemerintah untuk bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalannya dalam mengelola keuangan negara. Dengan akuntabilitas, setiap instansi pemerintah berkewajiban mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya, mulai dari tahap perencanaan, implementasi, sampai pada pemantauan dan evaluasi. Lebih dari itu, akuntabilitas merupakan kunci untuk memastikan apakah sumber daya yang dipercayakan telah digunakan sesuai dengan kepentingan publik atau tidak. Seperti transpa­ransi, akuntabilitas juga bukan tujuan akhir, melainkan instrumen untuk mencapai tujuan, yaitu tujuan bernegara (kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat).

Pelayanan publik serta akuntabilitas dan transparansi sebagai penggerak utama juga dianggap penting oleh semua aktor dari unsur good governance. Para pejabat publik, unsur-unsur dalam masyarakat sipil dan dunia usaha sama-sama memiliki kepentingan terhadap perbaikan kinerja pelayanan publik. Ada tiga alasan penting yang melatar-belakangi bahwa pembaharuan pelayanan publik dapat mendorong praktik good governance di Indonesia. Pertama, perbaikan kinerja pelayanan publik dinilai penting oleh stakeholders, yaitu pemerintah , warga, dan sektor usaha. Kedua, pelayanan publik adalah ranah dari ketiga unsur governance melakukan interaksi yang sangat intensif. Ketiga, nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik good governance diterjemahkan secara lebih mudah dan nyata melalui pelayanan publik

Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga Negara. Masyarakat ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat birokrasi, sehingga harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini terjadi karna budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan.

Upaya untuk menghubungkan tata-pemerintahan yang baik dengan pelayanan publik barangkali bukan merupakan hal yang baru. Namun keterkaitan antara konsep good governance (tata-pemerintahan yang baik) dengan konsep public service (pelayanan publik) tentu sudah cukup jelas logikanya publik dengan sebaik-baiknya. Argumentasi lain yang membuktikan betapa pentingnya pelayanan publik ialah keterkaitannya dengan tingkat kesejahteraan rakyat. Inilah yang tampaknya harus dilihat secara jernih karena di negara-negara berkembang kesadaran para birokrat untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat masih sangat rendah.

Konsep Good Governance dalam pelayanan publik nantinya diharapkan akan menghasilkan pelayanan yang bersifat kompetitif untuk mewujudkan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah. Sehingga nantinya para lembaga-lembaga yang bersifat pelayanan akan senantiasa berlomba-lomba dan berkompetisi untuk selalu memberikan pelayanan yang terbaik terhadap masyarakat.

Sebuah prestasi bagi Negeri kita akan ketercapaian keterbukaan anggaran. Fakta positif menunjukkan pada Open Budget Index (OBI) atau Indeks Keterbukaan Anggaran 2012 yang dilansir Internasional Budget Partnership menunjukkan bahwa Indonesia mengalami peningkatan dalam hal skor indeks keterbukaan anggaran. Sebelumnya, pada 2010, Indonesia memiliki skor 51 dalam keterbukaan anggaran kepada publik. Menurut data OBI 2012, Indonesia memiliki skor 62. Skor tersebut juga mendorong Indonesia menduduki peringkat paling tinggi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Tercatat, Filipina memiliki skor 48, Malaysia 39, Thailand 36, Timor Leste 36, Vietnam 19, Kamboja 15, dan Myanmar 0.

Hasil dari OBI 2012 menunjukkan bahwa negara-negara maju cenderung memiliki tingkat transparansi anggaran yang tinggi. Sedangkan, negara-negara yang memiliki tingkat demokrasi rendah memiliki skor keterbukaan anggaran kepada publik yang rendah. Tingkat transparansi dan akuntabilitas benar-benar tergantung dari komitmen pemerintah. Selain itu, negara dengan ketergantungan donor yang tinggi, cenderung memiliki peningkatan signifikan dalam skor keterbukaan anggaran kepada publik. Peningkatan ini, bisa dicapai karena faktor lahirnya UU Keterbukaan Informasi Publik dan partisipasi masyarakat sipil.

Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN akan memberikan peluang bagi negara – negara anggota ASEAN untuk memperluas cakupan skala ekonomi, mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi, meningkatkan daya tarik sebagai tujuan bagi investor dan wisatawan, mengurangi biaya transaksi perdagangan dan memperbaiki fasilitas perdagangan dan bisnis. Disamping itu, pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN juga akan memberikan kemudahan dan peningkatan akses pasar intra-ASEAN serta meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Pemberlakuan ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di 2015 nanti, mau tak mau menuntut seluruh aspek termasuk dalam pelayanan publik untuk lebih meningkatkan transparansi dan akuntabilitasnya yakni dengan membangun Good Governance sebagai langkah strategis dalam hal ini.

Untuk menciptakan good governance diperlukan upaya yang komprehensif, serius, dan sinergis, melibatkan para pemangku kepentingan. Birokrasi pemerintah merupakan bagian institusi negara yang diharapkan berada di garda terdepan dalam mewujudkan good governance. Harapan ini wajar dipandang dari posisinya yang strategis dalam pengelolaan sektor publik.

Meskipun di tataran ide membuncahkan harapan, wacana good governance mencuatkan optimisme maupun pesimisme berbagai kalangan. Yang optimis menaruh keyakinan terhadap peluang mewujudkannya. Sementara yang pesimis menganggapnya sebagai hal muluk yang sulit diimplementasikan.
Memang, saat ini tidak akan ada lagi yang menanyakan “Siapa Peduli?” atau “Siapkah Kita?”. Melainkan tekad yang menggelora adalah We are Ready to be part of ASEAN Economic Community 2015...!!!
ASEAN One Vision, One Identity, One Community...!!! (FF)

0 komentar:

Posting Komentar

 
;